Jumat, 22 Mei 2015

PENGERTIAN " Mati " DARI SUDUT PANDANG ILMU KERUHANIAN ISLAM (TASAWUF ISLAM)

Bismillah...

MATI,
sebuah kata yg pasti akan kita alami disuatu saat nanti,tapi tahukah anda arti dari kata "mati" tersebut...?
bila sudah tahu artinya,pasti akan terasa teramat sangat pentingnya jalan menuju Allah itu...!
karena disaat itulah ditentukan antara selamat dan tidaknya kita diperjalanan menuju keselamatan dan kebahagiaan yg kekal abadi,
atau sebaliknya,menuju kecelakaan dan penderitaan yg kekal abadi...!

apa sebenarnya definisi dari kata " mati " yg sebenarnya..?

" mati " atau meninggal dunia umumnya dikatakan  bila untuk manusia adalah terpisahnya antara "Ruhani" dan "Jasmani", seseorang akan disebut manusia bila antara Ruhani dan Jasmani berada dlm kesatuan,
bila sudah terpisah misalkan jasmani tanpa ruhani bkn lagi manusia sebutannya tetapi mayat,
begitu jg bila ruhani tanpa jasmani bkn lagi manusia sebutannya,tapi Ruh/Roh.
itulah sebenarnya definisi dari kata "mat" yaitu terpisahnya jasmani dengan ruhani.

lalu apa hubungannya "mati" dgn jalan menuju Allah...?

terpisahnya jasmani dgn ruhani dikarenakan masing masing akan berpulang ketempat asalnya,
- jasmani karena konon berasal dari tanah (menurut ajaran Islam tentunya),
maka sang jasmanipun akan dikembalikan lg ke tanah,
yaitu dgn cara dikubur.

seperti dlm suatu keterangan dlm proses terciptanya manusia pertama yaitu Nabi Adam as. yg berbunyi:

" Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk."
[Al Hijr 26] 

" Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,"
[Thaaha 55]

-Ruhani, karena konon berasal langsung dari Allah,maka sudah barang tentu dia akan kembali ke Allah.
seperti keterangan ini dlm al Qur'an :

 " Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya,
dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud."
[AL Hijr : 29]

disinilah sebenarnya sambungan dari kata jalan pulang menuju Allah itu dimulai,
karena jasmani yg ditinggal sang ruh td sdh tdk bisa bergerak sendiri,
maka tugas manusia yg masih hiduplah untuk mengantarkan pulang sang jasmani ketanah asalnya yaitu dengan cara dikubur.

sedangkan sang Ruhani yg gaib tentunya,diakan mencari jalan sendiri menuju Induk dari segala Ruhani yaitu Allah SWT dgn caranya sendiri.
nah,
disinilah sebenarnya yg disebut dari awal bencana/derita atau bahagia yg kekal abadi yg akan diperoleh dlm perjalanan itu dimulai,
alangkah mengerikan bila kita belum mengetahui jalan menuju Allah dialam Ruh,sedangkan dialam fisyakaratulmaut,yaitu disaat detik2 akhir terpisahnya sang Ruh dgn jasmani,
disitulah banyak Ruh yg lain yang menggoda dan mengajak kita untuk mengikutnya,
sedangkan kita belum mempunyai petunujuk jalan yg Hak dan tentu saja Ruh yg datang itu adalah ruh yg batil,
yaitu iblis laknatullah yg akan mengajak kita pada jalan mereka.
sedangkan sudah jelas bahwa tempat mereka adalah Neraka Jahanam..!
jadi seandainya kita terbujuk rayu mereka (iblis yg berbentuk ruh juga) sudah tentu neraka jahanamlah tempat persinggahan kita yang kekal abadi...!
nau'dzubillah.....!

mari kita berfikir secara logika (masuk akal),
karena sudah jelas dlm Islam itu harus logika (masuk akal) sesuai dgn keterangan yg sering kita dengar dr para Kyai , Ustad atau siapapun yg ngerti tentang Agama Islam,yaitu:
" Al Islami ilmiyun,wa'amaliyun "
alih bahasanya: 
Islam itu logika (masuk akal), bila sudah logika (masuk akal) maka perbuatlah.

logikanya kita yg mau pulang,
tentu kita harus tahu dahulu jalan menuju pulang tersebut.
seandainya kita tidak tahu atau belum tahu jalan pulang tersebut,apakah kita akan sampai pada tujuan...???
mutahil...!!!
jawabannya.
contohnya:
seperti kita akan menuju Alkah Tanjung Morawa yg sdh jelas alamatnya,nama RT,RW,Kel,kec,jln.sedangkan kita tdk sedikitpun mengetahuio alamat tersebut,apakah kita akan sampai disana???
mustahil...!!!
jadi bagaimana kita supaya bisa sampai kesana..???
caranya:
bertanya kepada orang yang sudah pernah sampai kesana dan dia tau betul arah serta alamat dan kendaraan yg harus dinaikinya.
seandainya kita sdh bertanya kepada org yg sdh tahu semua itu dan kita mengikuti petunjuk dan pelaksanaan dr petunjuk org yg tahu itu,
akankah kita samapai disana???
pasti sampai...!
jawabannya,
logika kan...?

begitu juga dengan sang Ruh yg akan berpulang ke Rahmatullah,
harus tahu dahulu jln menuju Allah tersebut sebelum wktunya kita berpulang,
artinya semasa sang Ruh tersebut bersatu dgn jasmani,
berusahalah mencari jalan menuju Allah tersebut...
bertanyalah.
kepada siapa kita bertanya...???
tentunya kepada orang yang sudah tahu jalan menuju Allah tersebut,
siapakah dia...??? 
tentu saja nabi kita Rasulullah SAW (khusus untuk umat Islam),
karena hanya beliau yg sudah dapat jalan menuju Allah SWT,
terbukti pada saat kejadian Isra dan Mi'raj nya Beliau.
bagaimana kita bisa kita bertanya pada Beliau,sedangkan Beliau sudah ratusan tahun yg lalu berpulang...???
kita berbicara logika disini,
logikanya dijaman Rasulullah dahulu,
Beliau pasti ada murid dan pengikutnya yg disebut para "Sahabat".
para" Sahabat" itulah yg diberi petunjuk langsung oleh Rasulullah tentang jalan menuju Allah tersebut,
timbul lagi pertanyaan,tapi kita bukan dijaman para Sahabat...???
tentunya para Sahabat jg mempunyai pengikut dan murid dijamannya yg disebut para "Tabi'in", 
beigtu seterusnya ilmu tersebut turun temurun dari Rasulullah - Sahabat - Tabi'in - Tabi' tabi'in - Ulama Slaf - Ulama akhir zaman.

nah di zamannya Ulama akhir zaman inilah saat ini kita berada,
tentunya bukan sembarangan Ulama tetapi harus betul betul seorang Ulama yg warisyatulambya,
seorang Ulama yang mewarisi Ilmunya para Nabi dan Rasul dan bukan sekedar pengakuan belaka tetapi dibarengi bukti otentik tentang ke Silsilahan Ilmunya tersebut.
Merekalah yg tahu tentang jalan menuju Allah yang sesungguhnya,karena sudah mendapatkan Ilmu tersebut yg turun temurun dari Guru ke Guru sampai pada zamannya. 

maka carilah Mereka,
para Aulia Allah, 
para Waliullah,
para Mursyidana,
para Ulama Warisyatulambya yg sudah dia mendapatkan dan bisa mengajarkan pada kita semua tentang jalan menuju Allah tersebut,
supaya kita tidak tersesat diakhir dari kehidupan didunia yg fana ini,
janganlah kita tukar kebahagiaan yg fana didunia ini dengan siksa dan derita yg kekal abadi diakhirat kelak...
na'udzubillah....! 

Hakikat Shalat dan Dzikir kepadaNya dari sudut pandang Ilmu Keruhanian (tasawuf) Islam

Bismillah...

assallamu'alaikum warrohmatullahi wabbarokatu

Di zaman sekarang ini banyak sekali orang yg kurang memahami/ kurang mengerti apa itu sebenarnya  (hakikat) daripada yg dimaksud dengan dzikir/mengingat/hubungan/beserta Allah, 
mereka hanya tahu shalat (secara syari'at) saja dan mereka menganggap asalkan sudah shalat itu sudah baik atau sudah cukup.
Begitu banyak orang yg shalat tapi tak mendapatkan apa-apa dari shalatnya tersebut,
dan mereka tetap saja tidak berubah akhlaknya, 
tetap saja masih mau berbuat keji dan munkar, 
padahal Allah berfirman :

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” 
(QS. Al ‘Ankabut: 45)

apakah Allah berdusta atas firmanNya...???
mustahil...!!!

inilah penyebabnya,
itu adalah tanda bahwa solat mereka itu tidak diterima/tdk sampai kepadaNya,
dan itu dikarenakan mereka masih lalai dalam solatnya,
yaitu tak berzikir/mengingat Allah disaat solatnya,
apa lagi di luar solatnya.

bukan itu sudah ada dlm FirmanNya :
Maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat-Ku . 
(Q.s.Tahaa:14).

dan hal tersebut sudah diingatkan Allah SWT dalam FirmanNya:
"Maka celakalah bagi orang yg solat, 
(yaitu) orang-orang yg lalai (tidak mengingat Allah) dalam solatnya"
(Q.s. Al-Ma'un:4-5).

dalam keterangan diatas dikatakan :
"lalai dalam shalatnya"
artinya,
mereka tetap mengerjakan shalat (secara syari'at),
akan tetapi didalam shalatnya tersebut mereka tidak ada hubungan/ingat/beserta/dzikir kepada Allah,
sehingga hadir/ingat kepada yg selain Allah,
baik itu teringat hal pekerjaan, anak, istri dan hal hal lain yg bersifat duniawi...!

Padahal sesungguhnya kedudukan dzikir/hubungan/beserta/mengingat Allah itu lebih tinggi/lebih wajib lagi dari pada solat yg lima waktu.
Kita diwajibkan solat (secara syari'at) hanya 5 waktu,
sedangkan zikir/mengingat Allah itu diwajibkan sepanjang waktu/24 jam.
dan itu tdk mungkin dikerjakan (diamalkan) secara zahir (syari'at),
karena kita tahu sifat zahir adalah fana (terbatas),
contoh sifat fana sang zahir :
bagaimana kita berdzikir disaat tidur bila secara zahir dzikirnya tersebut...?

seperti dalam FirmanNYa:
Sesungguhnya zikrullah (mengingat) Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah2 yg lain) . 
(Q.s.Al-Ankabut;45).

Maka apabila kamu telah menyelesaikan solat, 
ingatlah Allah ketika berdiri, ketika duduk, dan ketika berbaring. 
( Q.s.An-Nisaa;103).

Zikir/mengingat Allah itu sebenarnya adalah tujuan dari shalat yg kita kerjakan yg hasilnya kita mendapatkan solat yg khusyuk dan terhindar dari perbuatan keji dan munkar, 
namun kebanyakan orang tak mengetahui dan memahami itu.
mengapa bgt?
karena hanya Allah SWT yg ditakuti syetan laknatullah,
bila kita sudah beserta/hubungan/ingat/dzikir kepada Allah,
sudah otomatis kita sudah besertaNya.
hal tersebut sudah di ingatkan oleh Allah SWT dalam firmanNya:

Maka ingatlah kepada-Ku niscaya Aku pun ingat kepadamu . 
(Al-baqarah;152).

Sesungguhnya syarat utama untuk diterima shalat kita itu adalah yg khusyuk, 
dan shalat khusyuk itu adalah suatu yg sangat berat/sulit kecuali bagi orang yg sudah mendapatkan ilmu tentang bagaimana cara kita supaya bisa beserta/ingat/hubungan/dzikir kepada Allah.
hanya dalam ilmu keruhanian Islam (ilmu tasawuf islam) yg benar2 jelas SILSILAH keilmuannya dari zaman Rasulullah hingga akhir zaman nanti kita bisa menemukan dan memahaminya,
dan orang yg mengamalkan ajaran Tasawuf itu adalah orang yg selalu menjaga hati mereka dzikir/ingat/hubungan/beserta kepada Allah, 
hati mereka bersih dari segala sesuatu selain Allah, 
hati mereka tidak lalai dari mengingat Allah, 
mereka inilah yg menduduki tingkat IKHSAN.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tingkatan dalam beragama kita adalah ISLAM - IMAN - IKHSAN.

IKHSAN itu adalah tingkatan tertinggi dalam beragama atau yg biasa disebut dengan orang khusus yg lebih khusus lagi (khowassil khowass).
Mereka yg sudah mencapai makam IKHSAN adalah orang2 yg selalu takik beserta/hubungan/ingat/dzikir kepada Allah kapan saja dan di mana saja mereka berada, 
dan inilah yg menyebabkan mereka bisa terhindar dari perbuatan keji dan munkar.
Mereka adalah orang yg dipelihara lahir dan batinya oleh Allah.
Jadi jangan kita terlalu sibuk mengejar ketertinggalan kita dalam hal kehidupan dunia dan melupakan ketertinggalan kita dalam beragama, 
itu berarti kita cuma mencari kehidupan dunia yg sementara dan melupakan kehidupan kita yg sesungguhnya yaitu akhirat yg lebih kekal dan lebih baik.

dan hal tersebut diingatkan Allah SWT dlm firmanNya :
Hai orang2 yg beriman janganlah harta2mu dan anak2mu melalaikanmu dari mengingat Allah. 
Barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang yg merugi . 
(Q.s.Al-Munafiqun;9).

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah,
mereka itulah golongan syaitan. 
Ketahuilah sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yg merugi.
(Q,s.Al-Mujaadilah ; 19).

Maka celaka besarlah bagi mereka yg membatu hatinya dari mengingat Allah. 
Mereka itu dalam kesesatan yg nyata . 
(Q.s.Az-Zumar:22).

dan mereka belum disebut beriman bila hati/ruhani mereka belum berdzikir/ingat/hubungan/beserta Allah walau sesaat...!
firman Allah SWT:
Belumkah datang waktunya bagi orang yg beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. 
(Q.s.Al-Hadiid;16)

Carilah jalan/at thorik dan seorang Ulama yg benar benar mewarisi ilmunya Rasulullah,
baik itu ilmu syari'at (fikih) maupun ilmu Hakikat (tasawuf) segera, 
dan itu diperintahkan Allah SWT dlm firmanNya :

Hai orang2 yg beriman bertakwalah kepada Allah 
dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, 
dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung. 
(Al-Ma-idah;35).

karena merekalah yg bisa membimbing anda sampai pada tingkat IKHSAN yg sebenarnya agar anda termasuk golongan orang-orang yg beruntung.

seperti apa yg difirmankanNya:
Sungguh beruntunglah orang yg menyucikan dirinya dan dia mengingat (Allah) Tuhannya lalu dia solat. 
(Q.S. Al-A'la;14-15).

terakhir saya sampaikan salah satu Hadits Shahih :
Dari Abu Hurairah, 
Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman :
Aku bergantung pada sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. 
Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku. 
Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, 
Aku pun mengingatnya dalam hati-Ku. 
Dan jika ia mengingat-Ku di suatu majelis, 
Aku pun mengingatnya dalam majelis yg lebih baik dari mereka. 
Dan jika ia mendekati-Ku sejengkal,
Aku akan mendekatinya sehasta. 
Jika ia mendekati-Ku sehasta, 
Aku akan mendekatinya sedepa. 
Dan jika ia mendekati-Ku dengan berjalan, 
Aku akan mendekatinya dengan berlari. 
( H.R Bukhori, Muslim, Ahmad )

semoga sedikit keterangan yg saya sampaikan diatas,
bisa menjadi pengingat kita,
bahwa sesungguhnya ada ilmu dari serpih belahan ilmu islam yg tdk banyak diketahui,
dan hanya Allah berikan kepada orang orang yg diberi petunjukNya...!

"Sesungguhnya ada sebagian ilmu yang diibaratkan permata yang terpendam. 
Tidak dapat mengetahuinya kecuali Ulama Billah. 
Apabila mereka mengungkapkan ilmu tersebut, 
tidak seorangpun yang membantahnya, kecuali orang-orang yang tidak paham tentang Allah."
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi RA)

selamat berjuang dalam mencari JalanNya tersebut,
seorang Waliullah,
seorang Ulama warisyatul anbya disetiap zamannya,
agar kita bisa mengetahui jalan menuju kepadaNya,
jalan yg lurus dan tidak bercabang cabang.

wassallamu'alaikum warohmatullah wabarokatu

HANYA SATU JALAN MENUJU ALLAH SWT

Bismillah....

Ketahuilah – semoga Allah merahmatimu - bahwa jalan yang menjamin nikmat Islam bagimu hanya satu, tidak bercabang.
Allah telah menetapkan keberuntungan hanya untuk satu golongan saja. Allah berfirman.

"Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung".
[Al Mujadalah:22].

Dan Dia (Allah) menetapkan kemenangan hanya untuk mereka pula.
Allah berfirman.

"Dan barang siapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya,
maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang".
[Al Maidah:56].

Bagaimanapun,
jika anda mencari dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW,
maka anda tidak akan menemukan di dalamnya (dalil) pengkotak-kotakan umat kepada jama’ah-jama’ah, partai-partai atau golongan-golongan, kecuali perbuatan itu dicela dan tercela.
Allah berfirman.

"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka,
dan mereka menjadi beberapa golongan.
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka".
[Ar Rum:31-32].

Bagaimana mungkin Allah mengakui dan melegitimasi perpecahan ummat, setelah Dia memelihara mereka dengan tali (agama)Nya?
Lagi pula, Allah telah melepaskan tanggung jawab NabiNya - Muhammad SAW - atas umatnya,
manakala mereka berpecah-belah, dan (Dia) mengancam mereka atas perpecahan tersebut.
Allah berfirman.

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan,
tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat."
[Al An’am:159].

Dari Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu 'anhu berkata,
ketahuilah, bahwasanya Rasulullah SAW pernah berdiri di tengah-tengah kami, lalu bersabda.

Ketahuilah, bahwasanya Ahlul Kitab sebelum kalian terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan.
Dan bahwasanya, umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.
Tujuh puluh dua di neraka, dan hanya satu yang di surga,
yaitu Al Jamaah.

Mengomentari hadits ini, Amir Ash Shan’ani rahimahullah berkata,
“Penyebutan bilangan pada hadits ini,
bukan untuk menjelaskan banyaknya orang yang binasa.
Akan tetapi, hanya untuk menerangkan luasnya jalan-jalan kesesatan dan cabang-cabang kesesatan, serta untuk menjelaskan bahwa jalan kebenaran itu hanya satu"

Hal ini, sama dengan yang telah disebutkan oleh ulama ahli tafsir berkaitan firman Allah SWT.

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia;
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya"
[Al An’am:153].

Pada ayat ini,
Allah SWT menggunakan bentuk jamak pada kata yang menerangkan “jalan-jalan yang dilarang mengikutinya”,
guna menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan serta keluasannya.
Sedangkan pada kata “jalan petunjuk dan kebenaran“,
Allah SWT menggunakan bentuk tunggal. (Ini) dikarena jalan al haq itu hanya satu, dan tidak berbilang.

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata.

Rasulullah SAW membuat sebuah garis lurus bagi kami,
lalu bersabda,
”Ini adalah jalan Allah,”
kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda,
”Ini adalah jalan-jalan (yang banyak).
Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,”
kemudian beliau membaca.

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya.
[Al An’am:153]. [3].

Redaksi hadits ini menunjukkan, bahwa jalan (kebenaran) itu hanya satu.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
”Dan ini disebabkan,
karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah SWT hanyalah satu.
Yaitu sesuatu yang dengannya (besertaNya),
Allah mengutus para rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya.
Tiada seorangpun yang dapat sampai kepadaNya,
kecuali melalui jalan ini.
Seandainya manusia datang dengan menempuh semua jalan,
lalu mendatangi setiap pintu dan meminta agar dibukakan,
niscaya seluruh jalan tertutup dan terkunci buat mereka;
terkecuali melalui jalan yang satu ini.
Karena jalan inilah, yang berhubungan dengan Allah dan bisa mengantarkan kepadaNya.

(Menyimpulkan) dari pendapat Ibnul Qayyim di atas,
maka jelaslah jalan yang dimaksud.
Dan jelas, bahwa jalan yang dimaksud disini, ialah “rukun yang kedua” dari rukun tauhid. (Yaitu) setelah syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah,
maka (yang kedua,) persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan (kalimat) ini, juga menjadi syarat kedua diterimanya suatu amal ibadah.
Karena -sebagaimana sudah diketahui- bahwa amal ibadah tidak akan diterima, kecuali setelah memenuhi dua syarat; Pertama, mengikhlaskan agama (ketaatan) karena Allah semata.
Kedua, dalam beribadah hanya dengan mengikuti (cara yang dicontohkan) Rasulullah SAW..

Pada kesempatan ini, saya tidak bermaksud menjadikan untuk kaidah yang mashur ini sebagai dalil dalam pembahasan ini.
Sebab, tujuan utama bahasan ini untuk menjelaskan bahwa jalan yang pernah ditempuh Rasulullah SAW,
itulah satu-satunya jalan yang bisa mengantarkan seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla.

Tujuan penyampaian ini, juga untuk menjelaskan,
bahwa jalan itu hanya satu.
Sehingga tidak boleh berdusta mengatas-namakan Rasulullah SAW dengan menda’wahkan,
bahwa jalan menuju Allah Azza wa Jalla itu (jumlahnya banyak,),
sejumlah bilangan nafas manusia.
Atau ungkapan-ungkapan lain,
yang menurut agama Allah SWT yang datang guna menyatukan pemeluknya dan bukan untuk memecah-belah mereka- jelas nyata kebathilannya.
Allah berfirman.

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai-berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara "
[Ali Imran:103]